Seorang
jemaah haji asal Kloter PDG 8 mengamuk dan berteriak-teriak ketika tiba di Paviliun 3 Bandara Amir Muhammad bin Abdul Azis, Madinah, Arab Saudi, Minggu 6 Agustus 2017. Tingkah kakek berusia 76 tahun ini mengagetkan anggota rombongan dan petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), yang menyambut jemaah haji Indonesia di paviliun bandara.
Khawatir kondisinya bertambah parah, pria bernama Rohadi Turut itu akhirnya dibawa petugas menuju ruang Daerah Kerja (Daker) PPIH Airport untuk ditenangkan. Ia didampingi ketua regunya, Dwi Purwanto.
Kepada petugas Daker Airport, Dwi mengatakan, saat pemeriksaan di imigrasi, Rohadi juga sempat mengamuk dan merepotkan petugas di sana.
"Tua-tua begini ia cukup kuat. Bahkan orang Arab itu pun kerepotan menenangkan Mbah," kata Dwi, Madinah, Arab Saudi, Minggu 6 Agustus 2017.
"Mungkin ia merasa kesal dan capek karena harus berdiri lama, menunggu proses pemeriksaan paspor," Dwi melanjutkan.
Saat kondisinya mulai tenang, Rohadi diajak berbincang-bincang oleh petugas. Ia hanya bisa berbicara bahasa Jawa.
Tidak jarang Rohadi mengeluarkan kata-kata yang kadang tidak nyambung dengan apa yang ditanyakan petugas.
Seperti saat ditanya usianya, Rohadi mengaku berumur 60 tahun. Namun di paspornya tercatat ia lahir di Magelang, Jawa Tengah, pada 1941.
Bahkan terhadap Dwi pun Rohadi mengaku tak kenal. Padahal, Dwi yang selalu mendampinginya sejak keberangkatan dari Tanah Air hingga tiba di Madinah.
Akhirnya petugas meminta Rohadi berkenalan dengan Dwi sambil berjabat tangan. Adegan ini mengundang senyum para petugas di ruangan kantor Daker PPIH Airport.
Dwi mengungkapkan, sebelum berangkat ke Madinah, Rohadi memang kerap mengamuk dan meracau saat menginap di asrama
haji. Jemaah haji asal Bengkulu Utara itu tergabung dalam Kloter PDG 8.
Dalam usia yang terbilang senja dan ingatan yang kadang muncul kadang hilang, Rohadi harus berhaji sendirian. Hal ini sempat jadi keprihatinan ketua regu dan ketua rombongan Kloter PDG 8.
Menunda Keberangkatan
Dwi sebagai ketua regu pun mengusulkan kepada pejabat Kemenag dan tim medis terkait, agar menunda keberangkatan Rohadi. Namun, usulan ditolak.
Pejabat Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan Kemenag tetap meloloskan Rohadi ke Tanah Suci. Rohadi dinyatakan sehat secara fisik.
Melihat kondisi Rohadi yang 'kurang' sehat secara psikis, Dwi meminta pada keluarganya agar menunda keberangkatan si kakek. Tapi, keluarga Rohadi berkeras hati agar si kakek berangkat tahun ini.
"Mereka sudah memasrahkan pada Allah SWT apapun yang bakal terjadi terhadap si Mbah," tutur Dwi.
Beruntung, di pesawat Rohadi tidak ngamuk, sehingga tidak merepotkan dan mengganggu penerbangan.
Sebenarnya, Dwi juga tidak terlalu mengenal Rohadi meski sama-sama berasal dari kabupaten yang sama. Pertemuan keduanya terjadi lantaran sama-sama tergabung dalam rombongan Kloter PDG 8.
Seperti halnya Dwi, Yudi Abdul Madjid sebagai ketua rombongan juga meminta KKP dan Kemenag menunda keberangkatan Rohadi.
"KKP menyatakan dia sehat secara fisik. Ini bukan soal fisik tapi akalnya. Nanti akan merepotkan kami," ujar Yudi.
Yudi bahkan mengusulkan kepada petugas PPIH agar mengisolasi Rohadi selama pelaksanaan ibadah haji. "Sebab, ia tak kan mungkin bisa beribadah. Nanti malah akan mengganggu yang lain," dia melanjutkan.
Usulan ini tentu saja tak bisa dikabulkan begitu saja. Sebab, Daker Airport bukanlah pihak berwenang yang menentukan sehat atau tidaknya seorang jemaah.
"Yang menentukan seseorang harus dirawat atau diisolasi itu adalah Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI)," ujar Kasie MCH Airport Abdul Basyir.
Menurut Basyir, Rohadi tetap harus ikut ke pemondokan bersama rombongan karena bus tidak akan berangkat, jika ada jemaah yang kurang.
Nanti setelah di pemondokan Rohadi diperiksa kembali oleh tim medis, untuk menentukan laik tidaknya jemaah calon
haji itu menjalani isolasi.